Kadang saya iri melihat orang-orang di sekeliling saya, disayangi oleh
“seseorang”. Apalagi di bulan Februari. Di mana-mana nuansanya Valentine. Saya
memang penganut “tiada pacaran sebelum akad”, tapi sebagai manusia kadang timbul
juga perasaan ingin diperhatikan secara istimewa.
Saya tidak pernah tahu rasanya candle light dinner. Pun
tidak pernah menerima bunga mawar merah. Tidak ada yang menawarkan jaketnya saat
saya menggigil kedinginan. Atau berpegangan tangan sambil melihat hujan meteor.
(Deuh, Meteor Garden banget! He..he...)
Yah, mungkin saya bisa merasakan sekilas hal-hal itu
kalau saya sudah menikah. Mungkin. Mudah-mudahan. Tapi sampai saatnya tiba,
bagaimana caranya supaya tidak kotor hati?
Lalu saya pun tersadar, tiga kata cinta yang saya
rindukan itu sudah sering saya dengar. Orang tua saya selalu mengucapkannya.
Memanggil saya dengan “sayang” betapapun saya telah menyusahkan dan sering
menyakiti mereka. Mungkin mereka bahkan memanggil saya seperti itu sejak saya
belum dilahirkan. Padahal belum tentu saya jadi anak yang bisa melapangkan
mereka ke surga... Belum tentu bisa jadi kebanggaan... Jangan-jangan hanya jadi
beban...
Tatapan cinta itu juga sering saya terima. Dari ibu
yang bergadang menjaga saya yang tengah demam... Dari ayah yang dulu berhenti
merokok agar bisa membeli makanan untuk saya... Dari teman yang beriring-iring
menjenguk saya ketika dirawat di rumah sakit... Dari adik yang memeluk saya
ketika bersedih. Dari sepupu yang berbagi makanan padahal ia juga lapar. Dari
orang tua teman yang bersedia mengantarkan saya pulang larut malam. Betapa
seringnya kita tidak menyadari...
Tidak hanya dari makhluk hidup. Kasih dari ciptaan
Allah lainnya juga melimpah. Matahari yang menyinari dengan hangat. Udara dengan
tekanan yang pas. Sampai cinta dari hal yang mungkin selama ini tidak
terpikirkan. Saya pernah membaca tentang planet Jupiter. Sebagai planet terbesar
di tata surya kita, Jupiter yang gravitasinya amat tinggi, seakan menarik bumi
agar tidak tersedot ke arah matahari. Benda-benda langit yang akan menghantam
bumi, juga ditarik oleh Jupiter. Kita dijaga! (Maaf buat anak astronomi kalau
salah, tapi setahu saya sih kira-kira begitulah)
Di atas segalanya, tentu saja ada cinta Allah yang amat
melimpah. Duh... Begitu banyaknya berbuat dosa, Allah masih berbaik hati
membiarkan saya hidup... Masih membiarkan saya bersujud walau banyak tidak
khusyunya. Padahal kalau Ia mau, mungkin saya pantas-pantas saja langsung
dilemparkan ke neraka Jahannam... Coba, mana ada sih kebutuhan saya yang tidak
Allah penuhi. Makanan selalu ada. Saya disekolahkan sampai tingkat tinggi.
Anggota tubuh yang sempurna. Diberi kesehatan. Diberi kehidupan. Apalagi yang
kurang? Tapi tetap saja, berbuat maksiat, dosa... Malu...
Tentu ada ujian dan kerikil di sepanjang kehidupan ini.
Tapi bukankah itu bagian dari kasih-Nya juga? Bagaimana kita bisa merasakan
kenikmatan jika tidak pernah tahu rasanya kepedihan? Buat saudaraku yang diuji
Allah dengan cobaan, yakinlah bahwa itu cara Allah mencintai kita. Pasti ada
hikmahnya. Pasti!
Jadi, selama ini ternyata saya bukan kekurangan cinta.
Saya saja yang tidak pernah menyadarinya. Bahkan saya tenggelam dalam lautan
cinta yang begitu murni.
Sekarang pertanyaannya, apa yang telah kita lakukan
untuk membalasnya? Kalau saya, (malu nih..) sepertinya masih sering menyakiti
orang lain. Sadar ataupun tidak sadar. Kalaupun tidak sampai menyakiti, rasanya
masih sering tidak peduli dengan orang. Apalagi pada Allah... Begitu besarnya
cinta Allah pada saya dan saya masih sering menyalahgunakannya. Mata tidak
digunakan semestinya... Lisan kejam dan menyayat-nyayat... Waktu yang terbuang
sia-sia...
Kalau sudah seperti ini, rasanya iri saya pada semua
hal-hal yang berbau “pacaran pra nikah” hilang sudah. Minimal, berkurang
drastislah. Siapa bilang saya tidak dicintai? Memang tidak ada yang
mengantar-antar saya ke mana-mana, tapi Allah mengawal saya di setiap langkah.
Tidak ada candle light dinner, tapi ada sebuah keluarga hangat yang menemani
saya tiap makan malam. Tidak ada surat cinta, tapi bukankah Allah selalu
memastikan kebutuhan saya terpenuhi? Bukankah itu juga cinta?
Entah cinta yang “resmi” itu akan datang di dunia atau
tidak. Tapi ingin rasanya membalas semua cinta yang Allah ridhoi. Tulisan ini
bukan untuk curhat nasional. Yah, siapa tahu ada yang senasib dengan saya J Yuk,
kita coba sama-sama. Jangan sampai ada cinta halal yang tak terbalas...
(ariyanti)
0 comments